Home / CERITA BERSAMBUNG / CATATAN ANAK LERENG BUKIT : Berbagi Segenggam Beras Dicampur Jagung dan Kelapa Parut

CATATAN ANAK LERENG BUKIT : Berbagi Segenggam Beras Dicampur Jagung dan Kelapa Parut

Oleh : Ishak Nasroni, SH (Pemred LahatHotline.com)

Lima puluh satu tahun silam, tepatnya pada pukul 04.45 tanggal …. Bulan Januari 1973 aku dilahirkan dan dibesarkan dalam lingkungan sebuah keluarga yang sangat sederhana dan serba kekurangan di sebuah Dusun bernama Bemban, Desa Lubuk Atung Kecamatan Pseksu Kabupaten Lahat Provinsi Sumatera Selatan.

Kala itu kami masih lima bersaudara dan aku adalah anak ketiga dari kelima bersaudara tersebut, Ayahku adalah pria tamatan SR (Sekolah Rakyat) yang mencerminkan sosok orangtua yang gigih memperjuangkan nasib keluarganya dengan bekerja sebagai karyawan PNKA (Saat ini PT. KAI) dengan gaji sebesar Rp.2.800,- /bulan dan Ibuku merupakan perempuan desa yang hanya mampu menempuh pendidikan Pemberantasan Buta Huruf (PBH) sebagai pengganti keinginannya yang tidak pernah duduk di bangku sekolah.

Meski tidak mengenyam pendirikan formal, namun ibu selalu sigap membantu ayahku untuk mempertahankan hidup dengan kerja serabutan berkebun hingga mencari upah harian ke mana-mana, hingga ibuku sempat menyandang predikat sebagai The Tough mother (Ibu Yang Tangguh). Meski demikian, ibuku juga terkenal tegas dalam mendidik anak-anaknya dengan menanamkan nilai-nilai keagamaan serta sopan santun dan juga etika hidup bermasyarakat. 

Waktu demi waktu terus kami lalui dengan ekonomi yang memprihatinkan, makan sepiring nasi tak jarang kami berbagi untuk lima bersaudara itu. Bahkan pernah suatu hari, karena tidak ada beras kami hanya makan segenggam beras pinjam pada tetangga dimasak bercampur sekilo jagung dicampur kelapa yang diparut agar menjadi banyak dan perut bisa kenyang. 

Baca Juga   Ratusan Atlet Muba Siap Berlaga di Ajang Porprov dan Peparprov di Lahat

Seiring perjalanan hidup, kakak lelaki tertuaku semakin dewasa dan merantau entah kemana setelah ia menyelesaikan pendidikan SD-nya karena orangtua sangat kekurangan biaya untuk meneruskan sekolahnya. Namun kakak perempuanku masih tetap bertahan menimba ilmu (Saat ini ia berhasil menjadi seorang guru).

Saya yang saat itu baru berusia sekitar 5 tahun, harus membantu ibu mencari kayu untuk pagar kebun ubi dan juga kayu bakar untuk dijual ke kota menggunakan kendaraan sepur kereta Lambat Sampai (Lamsam) berbahan bakar arang stengkol. Sepulangnya, aku juga harus mengawasi adikku yang masih kecil serta bermain bersama teman-teman di halaman sebuah rumah tetangga. Sementara kakak perempuanku bersekolah dengan berjalan kaki sepanjang 5 kilometer tanpa alas kaki.

Memasuki usia 7 tahun, orangtua kami kembali dikaruniahi anak ke-enamnya (Saat ini di kampung halaman). Dan akupun mulai menempuh pendidikan di kelas 1 SD di mana tempat kakak perempuanku bersekolah. Sayangnya, baru beberapa minggu masuk SD, saya harus berhenti karena mengalami patah kaki sebelah kiri akibat terjatuh dari pohon rambutan yang ada di kebun di sekitar perkampungan. Saat itu, karena kelaparan saya langsung memanjat rambutan.

Baca Juga   Disebut Cari Sensasi, Ini Bantahan Keras Rozi Terhadap Keseriusan YM dalam Pilkada Lahat

Hampir setengah tahun hari-hariku diwarnai dengan tiduran, hingga beransur-ansur saya bisa gerakkan kaki dan belajar berjalan dengan menggunakan serampang (alat penopang kaki saat berjalan). Alhasil, karena orangtuaku ulet dalam mengurusku sambil mengais rezeki, kakiku bisa berjalan normal dan tidak pincang serta bisa masuk sekolah lagi setelah usiaku hampir 7 tahun setengah hingga aku naik ke kelas 2.

Karena di kampung kami Dusun III Bembang sudah berdiri sebuah gedung SD, maka saya kembali melanjutkan lagi sekolah usai keramaian (Pesta kenaikan kelas membawa makanan dan minuman saat itu), saya berpindah sekolah. Namun kakak perempuanku sudah menyelesaikan SD-nya dan melanjutkan SMP ke Kota Lahat.

Masih tetap sambil mengurus kedua adikku dan membantu ibuku bekerja di rumah dan di kebun, aku terus bersekolah dengan menggunakan sandal jepit dan juga baju tak beraturan serta buku dan pensil hanya satu-satunya (Tak mampu membeli).

Karena adik saya yang terkecil sudah bisa ditinggal oleh ibu, maka ibuku ……. Bersambung  >>>>

Mulai diceritakan di Lahat : 3 Oktober 2023

Check Also

Rembuk Aktivis Sumsel, Pj Bupati Hani Syopiar Rustam Terima Penghargaan

Author : SMSI Banyuasin PALEMBANG, LhL – Penghargaan atas dukungan Acara Rembuk Aktivis Sumatera Selatan …

SMM Panel

APK

Jasa SEO