Author : Jack Mania
MULAK ULU, LhL – Budaya tradisional, adalah segala macam bentuk kebiasaan di suatu tempat yang diwariskan oleh para leluhur sejak puluhan tahun silam. Permainan “Palak Ular” misalnya, hiburan anak anak ini merupakan kebiasaan yang ditinggalkan oleh orang tua zaman dahulu, yang semua perangkat untuk bermain palak ular ini diambil dari alam, seperti yang tertangkap oleh pewarta Lahathotline.com hari ini, Minggu (19/02), di Desa Geramat, Kecamatan Mulak Ulu. Bahkan permainan seperti ini sudah jarang sekali dimainkan oleh anak anak, terlebih lagi bagi anak anak yang tinggal di kota.
Adapun perangkat permainan palak ular ini terdiri dari sebilah bambu yang dipotong menjadi 2 bagian. dengan ukuran potongan bambu yang menjadi sebagai kepala anak ular sekitar 10 centi meter. Sedangkan untuk kepala induk ular berukuran panjang 50 centi meter.
Cara memainkan potongan bambu yang sudah dibelah dan diukur ini, dilakukan di tanah lapang yang dibuat lobang kecil di tanah tersebut sebagai tempat untuk meletakkan potongan pendek bambu sebagai anak palak anak ular dengan posisi miring, sebagian dalam lobang dan sebagian lagi mengarah ke luar permukaan tanah.
Dengan menggunakan potongan bambu yang panjang tadi, anak ular dipukul dari arah miriing di bagian permukaan tanah. Lalu potongan bambu yang pendek itu akan terpental ke arah atas permukaaan tanah, dan disamber dengan pukulan ke arah depan dimana lawan dan kawan bermain sudah menunggu potongan bambu kecil tersebut.
Apabila palak ular tadi di lempar dan ditangkap oleh teman teman yang menunggu di depan, maka si pelempar di nyatakan kalah, maka harus bergantian melempar.
Anak anak tampak sangat ceria dalam melakukan permainan ini, seperti yang di alami oleh Leha (10), dia sangat senang bermain palak ular ini, karena sistem permainanya rebutan jadi sangat seru.
” Au kak, ini kami main palak ular namenye, seru nian. Apelagi hari ini libur, jadi kami mainye pacak lame,” kata Leha, saat di bincangi Awak media.
Selain itu, Aisya, teman Leha mengatakan, permainan tradisional ini masih sangat di gandrungi oleh anak anak di Desa Geramat ini. Hanya saja menurut dia, karena kurangnya pelestarian, hingga permainan ini di tempat lain jadi berkurang.
“Kami sangat seru, walau mainya sambil belarian”, kata Aisya (13).
Penelusuran awak media, hampir semua anak anak sekarang sudah menggunakan permainan yang dihasilkan oleh teknologi canggih. Padahal permainan tradisional ini sangat ekonomis, tidak perlu mengeluarkan uang, karena semua bahannya dari alam yang ada di sekitarnya.
Tercatat dari cerita orang tua di beberapa desa, banyak sekali permainan tradisional yang hilang di telan oleh kemajuan zaman, ini sangat di sayangkan sekali. Padahal permainan tradisional ini, adalah karya nenek moyang yang harus di jaga dan di lestarikan.
Editor : UJANG, SP