LAHAT, LhL – Sengketa lahan antara PT Kereta Api Indonesia (KAI) Persero dengan 14 warga Desa Merapi Kecamatan Merapi Barat hingga kini masih berlarut-larut. Padahal, sengketa yang sudah berlangsung sekitar enam bulan ini sudah berulangkali dimediasi. Namun sayangnya, mediasi-mediasi yang ada selama ini belum mencapai titik temu.
Camat Merapi Barat, Kamran SE mengungkapkan, masih berlarut-larutnya sengketa lahan antara PT KAI dan warga ini sendiri disebabkan karena kedua belah pihak masih tetap bertahan pada argumennya masing-masing. Dimana, di satu sisi PT KAI mengklaim memiliki landasan hukum atas lahannya itu. “Sementara di sisi lain, warga menilai bahwa kelebaran lahan yang digunakan PT KAI guna pembangunan ‘double track’ kereta api telah melampaui batas kelebaran yang telah ditentukan,” jelas Kamran didampingi oleh Sekcam, Rusmanudin, Rabu (5/10)
Selain itu, lanjutnya, hal lain yang juga turut menjadi faktor masih berlarut-larutnya sengketa ini karena pihak PT KAI sendiri setiap kali dimediasi selalu mengutus perwakilan yang tidak dapat mengambil keputusan ataupun kebijakan. Melainkan, hanya bertindak sebagai pendengar untuk kemudian hasil mediasi dilaporkan kepimpinan. “Harusnya, PT KAI mengutus perwakilan yang bisa mengambil keputusan pada saat mediasi itu juga, biar tidak berlarut-larut,” harapnya.
Terpisah, Pelaksana Harian (PLH) Kepala Desa (Kades) Merapi, Suparman berharap agar masalah sengketa ini dapat segera cepat terselesaikan tanpa merugikan kedua belah pihak. Disamping itu, dia juga berharap agar warga yang tanahnya terlibat sengketa dapat menahan diri serta tidak bertindak anarkis. “Kami berharap agar kondisi di Merapi ini terus kondusif,” harapnya.
Senin (3/10) lalu, sempat akan dilakukan mediasi antar kedua belah pihak terkait sengketa lahan ini di ruang offroom Pemda Lahat. Dimana, mediasi dilakukan langsung oleh Sekda Lahat, H Nasrun Aswari SE MM dengan melibatkan unsur tripitaka Kecamatan. Namun tanpa alasan yang jelas, mediasi akhirnya diundur.
Untuk diketahui, sengketa lahan ini bermula dari adanya pembangunan ‘double track’ kereta api di Merapi Area, dimana lahan yang digunakan dianggap telah ‘mencaplok’ tanah warga sekitar.
Photo/Naskah : (BENS)
Editor : (UJANG, SP)